Oleh : Nurul Jannah*)
Meski hanya melalui Zoom, jiwa tetap tersentuh, luka-luka batin perlahan sembuh atas izin Allah.
Menjelang subuh, ketika malam mulai rapuh dan fajar perlahan menyingkap tirai gelap, kami berkumpul dalam Majelis Wirid dan Terapi 30, bimbingan Ustaz Hasan Basri. Bukan di masjid yang sama, bukan di ruang yang berdekatan, melainkan di balik layar Zoom yang sederhana. Namun keajaiban itu nyata: jarak lenyap, hati-hati kami seolah disatukan dalam satu irama dzikir.
Ustaz Hasan membuka dengan suara bergetar, menghantam relung jiwa:
“Bangunlah di sepertiga malam. Serahkan luka-lukamu, pasrahkan kecewamu, tanggalkan amarahmu. Karena Allah sedang menunggu di ambang subuh.”
Ikhlas: Melepaskan Beban yang Mengikat
Ustaz Hasan mengajak kami menukik lebih dalam pada makna ikhlas. Ikhlas bukan sekadar menerima keadaan, melainkan membebaskan hati dari belenggu dunia yang sempit, untuk kemudian menggenggam erat Allah yang tak terbatas.
“Ikhlas itu bukan saat engkau menyerah kalah,” ucapnya, “tetapi ketika engkau tetap berdiri tegak meski dunia tidak berpihak, karena hatimu bersandar hanya pada Allah.”
Kalimat itu menohok dadaku. Betapa sering aku menangis bukan karena Allah, melainkan karena kecewa pada manusia. Betapa sering aku menjerat diriku dengan pujian, lalu gentar pada caci maki. Padahal hanya dengan ikhlas, jiwa bisa merdeka sepenuhnya.
Syukur: Menemukan Cahaya di Tengah Gelap
Setelahnya, beliau menuntun kami merenungi syukur.
“Syukur itu bukan menunggu hidup sempurna,” katanya, “tetapi menemukan rasa cukup di tengah kekurangan. Syukur adalah ketika engkau sadar bahwa setiap detik hidup, setiap tarikan napas, adalah hadiah dari Allah.”
Dadaku berguncang. Betapa sering aku lupa menghitung nikmat yang paling sederhana: udara yang kuhirup, langkah kakiku yang masih menapak, mata yang masih bisa menangis dalam doa.
“Jika kita tak mampu menghitung nikmat Allah, bagaimana mungkin kita masih tega mengeluh?”
Kalimat itu menelanjangi kelalaianku, menyingkap betapa sering aku kufur nikmat tanpa sadar.
Praktik Tapping: Menyembuhkan Luka Batin
Namun terapi ikhlas dan syukur menjelang subuh itu tidak berhenti pada kata-kata. Ustaz Hasan memperkenalkan sekaligus mengajak kami mempraktekkan tapping: sebuah metode terapi yang ditemukan dan dikembangkan oleh Pak Ahmad Faiz Zainudin melalui SEFT.
Dengan kesabaran, beliau membimbing kami menepuk lembut titik-titik tertentu: dahi, bawah mata, dada, hingga ujung jari. Sambil tapping, kami diajak berdialog langsung dengan Allah.
“Ya Allah, aku ikhlas melepas luka ini… Ya Allah, aku bersyukur atas setiap nikmat-Mu…”
Air mata pun menetes, bukan karena sakit jasmani, melainkan karena beban jiwa yang perlahan luruh. Sambil tapping, doa terasa lebih jernih, hati lebih ringan, dan luka-luka lama yang membeku seakan mulai mencair.
Meski Lewat Zoom, Manfaatnya Nyata
Ajaibnya, meski hanya melalui Zoom, manfaatnya terasa begitu kuat: menembus ruang dan waktu. Seakan Ustaz Hasan hadir tepat di hadapan kami, menuntun jemari kami, dan seakan Allah sendiri mendengar bisikan hati kami tanpa perantara.
Tidak ada jarak dalam doa. Tidak ada batas dalam ikhlas dan syukur. Bahkan dunia maya pun mampu menjadi jembatan menuju kedekatan dengan Sang Maha Kuasa.
Aku merasakan dengan pasti: luka batin yang aku pikul bertahun-tahun mulai menemukan jalan sembuh. Semua itu perlahan reda: tanpa obat, tanpa dokter: hanya dengan terapi ikhlas, syukur, dan tapping yang diiringi dzikir.
Luka Sembuh, Jiwa Pulang
Di penghujung sesi, Ustaz Hasan menutup dengan kalimat yang menyalakan harapan.
“Tidak ada luka yang terlalu dalam bagi Allah untuk disembuhkan. Tidak ada air mata yang sia-sia jika ditumpahkan dalam doa. Ikhlaslah, bersyukurlah, dan lihatlah bagaimana Allah mengangkat kita dari keterpurukan menuju cahaya.”
Aku terdiam, air mata jatuh tanpa bisa dibendung. Dini hari itu aku belajar, kesembuhan sejati tidak datang dari luar, melainkan dari hati yang rela ikhlas dan tulus bersyukur.
Dan aku yakin sepenuh jiwa; sekalipun luka batin ini tak terlihat, ia pasti sembuh: insyaAllah atas izin Allah.
Inilah terapi ikhlas dan syukur di ambang subuh. Bukan semata dzikir, melainkan perjalanan jiwa. Bukan semata tapping, melainkan dialog penuh cinta dengan Allah. Dan meski melalui Zoom, ia tetap menghentak, menggetarkan, dan menyembuhkan.
Menjelang Subuh tadi aku belajar satu hal yang tak akan pernah kulupa: bahwa setiap luka akan sembuh jika dipasrahkan pada Allah, setiap air mata akan bermakna jika diteteskan di sajadah, dan setiap hati yang ikhlas akan menemukan jalannya pulang.
Apresiasi dan terima kasih sedalam-dalamnya disampaikan kepada Ustaz Hasan Basri, yang dengan penuh kesabaran telah berkenan menuntun kami menemukan arti ikhlas dan syukur.
Semoga Allah membalas dengan pahala tanpa batas, mengangkat derajat beliau, dan menjadikan setiap kata yang beliau sampaikan sebagai cahaya penuntun bagi kami hingga akhir hayat. Aamiin.🙏
Bogor, 4 Oktober 2025
NURUL JANNAH adalah Seorang Penulis, Dosen dan Aktivis Lingkungan.*)