Bukan Sekadar Organisasi, Tapi Gerakan: Peran Ormawa UIN dalam Akselerasi Sosial

Oleh : Anggy Julya Putri*)

Banyak yang masih mengira ormawa hanyalah “wadah kegiatan kampus” sekedar tempat rapat, perkumpulan, dan laporan pertanggungjawaban. Padahal, di balik struktur dan birokrasi itu, ormawa menyimpan semangat gerakan sosial yang luar biasa.

Ambil contoh, DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) yang kerap tampil di garis depan menyuarakan kepedulian sosial, mengadakan diskusi kebangsaan, hingga menggalang aksi solidaritas. Atau SEMA (Senat Mahasiswa) yang menjadi jembatan antara mahasiswa dan kebijakan kampus, memastikan suara mahasiswa tak berhenti di dinding ruang sidang.

Belum lagi lembaga UKM yang beragam ada yang bergerak di bidang seni, riset, lingkungan, hingga kerelawanan sosial. Masing-masing menyalakan “api kecil” perubahan di bidangnya. Dan ketika semua api kecil itu bertemu, muncullah cahaya besar yang menerangi lingkungan kampus bahkan masyarakat sekitar.

Gerakan ormawa kadang sederhana, tapi bermakna. Mengajar anak-anak di desa sekitar kampus, berbagi sembako saat Ramadan, atau mengadakan pelatihan literasi digital untuk siswa madrasah. Dari sana, tumbuh kepekaan sosial, rasa empati, dan kesadaran kolektif mahasiswa untuk menjadi bagian dari solusi.

Gerakan yang Hidup, Bukan Sekadar Nama

Ormawa UIN adalah cermin semangat mahasiswa yang tak mau berhenti di zona nyaman. Mereka tidak puas hanya menjadi penonton perubahan mereka memilih menjadi bagian dari cerita itu sendiri.

Dari sekretariat sederhana yang dindingnya penuh coretan ide, dari diskusi panjang di malam hari, hingga dari aksi sosial yang kadang berjalan seadanya semuanya menyimpan semangat yang sama: berbuat sesuatu untuk orang lain.

Gerakan ini bukan gerakan yang dibangun oleh fasilitas, melainkan oleh keyakinan dan niat tulus. Tak jarang kegiatan dilakukan dengan dana minim, peralatan seadanya, dan waktu yang terbatas. Namun, di sanalah nilai perjuangan itu justru tumbuh. Mahasiswa belajar tentang tanggung jawab, solidaritas, dan keberanian untuk memulai, bahkan ketika kondisi tidak sempurna.

Banyak mahasiswa yang awalnya hanya ingin “aktif di kampus” kemudian menemukan makna lebih dalam: bahwa menjadi bagian dari ormawa adalah cara untuk menebar kebaikan. Di situlah lahir generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga matang secara sosial dan spiritual.

Dan jika kita melihat lebih jauh, setiap aksi kecil mahasiswa sebenarnya sedang menulis sejarahnya sendiri. Mereka mungkin tidak sadar, tapi langkah-langkah kecil itu meninggalkan jejak. Jejak kepedulian, jejak perjuangan, dan jejak pengabdian yang kelak akan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

UIN sebagai kampus Islam punya kekuatan moral yang besar. Ketika ormawanya bergerak dengan nilai keislaman yang humanis, maka perubahan sosial yang mereka ciptakan bukan hanya berdampak pada masyarakat, tapi juga memperkuat citra Islam sebagai agama yang peduli dan penuh kasih. Dengan cara itu, ormawa menjadi penyambung antara nilai langit dan realitas bumi menghidupkan ajaran dengan tindakan, bukan sekadar kata.

Maka selama semangat itu masih menyala, selama idealisme masih hidup di dada mahasiswa, ormawa akan tetap menjadi gerakan yang hidup bukan sekadar nama di papan organisasi. Ia adalah denyut nadi perubahan di kampus, suara nurani di tengah hiruk-pikuk dunia, dan langkah kecil yang mengguncang arah masa depan.

Gerakan ini mungkin tidak selalu disorot, tapi ia nyata. Ia tumbuh dari kerja tulus, dari peluh mahasiswa yang masih percaya bahwa dunia bisa menjadi tempat yang lebih baik jika seseorang mau mulai bergerak.

Dan di situlah, di antara kesederhanaan dan ketulusan, ormawa UIN menemukan makna sejatinya: menjadi cahaya kecil yang menuntun perubahan besar. []

Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Imam Bonjol Padang*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *