Ketika Kantor Tambang Memiliki Coffee Corner
Essay : Nurul Jannah*)
Di Tengah Kantor yang Berdebu, Hadir Kehangatan
Siapa sangka, di tengah kesibukan dan gemuruh tambang batubara, berdiri sebuah sudut kecil penuh aroma dan keakraban. Sebuah Coffee Corner di kantor PT Arutmin Indonesia; site Senakin, Kalimantan Selatan, yang tak hanya menyajikan kopi, tapi juga menghidangkan rasa kebersamaan.
Di pojok ruangan sederhana itu, mesin kopi modern berdiri gagah di atas meja kayu. Di sekelilingnya, botol-botol sirup, susu, dan biji kopi Robusta Toraja tersusun rapi seperti peralatan laboratorium cita rasa. Namun yang membuat sudut ini hidup bukanlah mesinnya, melainkan satu sosok di balik uap dan aroma kopi itu.
Sang Barista Tambang: Pak Gusti dan Tim CSR
Dialah Pak Gusti Ahmad Erfani, salah satu staf CSR Arutmin, yang kini dikenal bukan hanya sebagai penggerak masyarakat, tapi juga barista andalan di kantor tambang.
Dengan seragam oranye tambang, tangan Pak Gusti lincah menakar biji kopi, menggilingnya dengan ketelitian, lalu menekan tuas coffee maker seperti sang maestro yang sedang memainkan alat musik.
“Kopi ini bukan cuma minuman, Bu,” katanya sambil tersenyum ketika aku mencicipi secangkir cappuccino buatannya, “Ini cara kami menurunkan tekanan kerja, tapi juga menaikkan semangat hidup.”
Di sampingnya, Pak Ferry tertawa kecil sambil mengamati prosesnya.
“Mantap banget Gusti ya Bu. Kita ini di tambang, tapi rasa kopinya kayak di café bintang lima.”
“Ya iyalah,” jawab Pak Gusti setengah bercanda, “soalnya cinta saya ke Arutmin udah sampai ke espresso.”
Dan kami pun tertawa bersama. Tawa yang membuat ruang kerja yang keras itu terasa manusiawi.
Dari Ide Kecil ke Inovasi Humanis
Gagasan ini bermula dari obrolan santai di ruang Comdev. Pak Yudo Prakoso, Superintendent Community Development PT Arutmin Indonesia, suatu sore menyampaikan ide dalam obrolan ringan.
“Kita kerja di lingkungan tambang yang keras. Tapi di sela-sela itu, kita butuh ruang lembut untuk rehat, saling bicara, dan merajut ide. Gimana kalau kita bikin café kecil di kantor?”
Ide itu sederhana, tapi menyentuh. Karena di balik setiap program besar, selalu ada kebutuhan kecil yang bermakna: ruang hangat untuk saling menyapa.
Dan seperti kebijakan yang hidup dari hati, ide itu segera diwujudkan. Pak Yudo menyetujui pembelian alat-alat kopi premium, bukan yang murah, tapi yang mampu menghadirkan rasa profesional. “Biar sekalian jadi contoh,” katanya lugas.
“Coffee maker ini bisa sekalian buat pelatihan barista untuk masyarakat sekitar tambang. Jadi café kecil ini bukan cuma tempat nongkrong, tapi sekaligus sebagai tempat belajar dan berbagi.”
Coffee Maker, Biji Toraja, dan Cita Rasa Profesional
Dalam beberapa bulan, Coffee Corner Arutmin resmi berdiri. Peralatannya lengkap: mesin kopi kelas profesional, grinder otomatis, milk frother, timbangan digital, dan aneka biji kopi pilihan. Dari Arabica Gayo hingga Robusta Toraja, semua tersedia; disiapkan dengan cinta dan kehati-hatian.
Hasilnya? Sempurna. Dalam sehari, aku bisa menikmati lebih dari dua gelas panjang cappuccino buatan tangan Pak Gusti, tim Comdev yang sekaligus merangkap sebagai Barista.
Rasanya lembut, aromanya menenangkan, dan setiap tegukan seolah menghapus penat setelah meninjau lapangan.
“Serius, Pak Yudo,” ujarku sambil menatap cangkir kedua, “hasilnya, Masya Allah, kayak barista profesional.”
Ia tertawa kecil, “Ya memang harus begitu. Kita tambang emas hitam, tapi juga harus bisa menghasilkan emas rasa.”
Saat Kantor Tak Lagi Kaku
Kini setiap jam istirahat, sudut kecil itu ramai. Para staf datang silih berganti, bukan hanya untuk minum kopi, tapi juga untuk bersua, bercakap, dan berbagi cerita. Di sana, jabatan tak lagi jadi jarak. Pejabat, staf, dan teknisi duduk sejajar di satu meja, dengan satu aroma yang sama, kopi Arutmin, hasil tangan sendiri.
“Kadang ide besar lahir dari secangkir kopi,” kata Pak Ferry, sembari menatap busa cappuccino-nya.
“Atau dari tawa kecil sebelum kembali menghadapi deadline,” tambah Pak Gusti, menyahut ringan.
Suasana itu membentuk energi baru, bahwa tambang bukan hanya tempat kerja, tapi rumah yang punya denyut manusia.
Dari Tambang Menuju Peradaban Kopi
Inilah wajah baru Comdev Arutmin: bukan hanya membangun infrastruktur, tapi membangun rasa dan kebersamaan. Dari coffee corner kecil itu, lahir konsep pelatihan barista bagi masyarakat lingkar tambang. Pelatihan yang kelak bisa membuka lapangan kerja baru, terutama bagi anak muda yang mencari arah hidup setelah tambang usai.
“Saya ingin masyarakat sekitar tambang punya keahlian nyata,” ujar Pak Yudo penuh keyakinan.
“Dan kopi bisa jadi jembatan itu. Karena dari secangkir kopi, kita belajar banyak hal: sabar, konsisten, dan menghargai proses.”
Di Antara Deru Mesin dan Uap Harum Kopi
Di luar, suara alat berat boleh bergemuruh. Tapi di dalam ruangan itu, bunyi mesin espresso menjadi irama baru kehidupan. Sebuah harmoni antara kerasnya industri dan lembutnya rasa manusia.
Coffee Corner Arutmin bukan semata tempat membuat kopi. Ia adalah simbol dari budaya kerja yang hidup, hangat, dan berjiwa. Sebuah pengingat bahwa kemajuan tak hanya diukur dari tonase batubara, tapi juga dari seberapa hangat hubungan antar-manusia di balik helm dan seragam tambang yang ada.
Dan di setiap aroma Robusta Toraja yang mengepul dari cangkirku, aku tahu, bahwa di kantor tambang Arutmin, kopi bukan hanya minuman semata. Ia adalah bahasa persaudaraan.
Karena di setiap tegukan kopi yang tulus akan selalu meninggalkan rasa, bahkan setelah cangkirnya kosong sekalipun.❤🔥🌹🎀
Bogor, 23 Oktober 2025
Nurul Jannah adalah seorang dosen lingkungan di IPB University, lulusan doktor lingkungan dari Hiroshima University, penulis produktif, dan penggerak literasi*)
