“Dari Comdev PT. Arutmin; Saat Tambang Menjadi Kehidupan”

Oleh : Nurul Jannah*)

Ketika Tambang Belajar Menumbuhkan Cinta

Langit Kalimantan Selatan membentang tenang, menjadi saksi penting perjalanan panjang cinta manusia dan bumi. Di hamparan tanah yang dahulu gersang, kini tumbuh hijau daun jagung, sawi, dan cabai yang melambai pelan diterpa angin. Suara burung bercampur ceria warga menandai harmoni indahnya kehidupan.

Tak lagi hanya terdengar deru mesin tambang yang terdengar, melainkan detak kehidupan baru, detak tangan-tangan yang belajar menanam, mencipta, dan berharap.

Inilah kisah tentang tambang yang tidak berhenti di batu bara saja. Tentang bagaimana PT Arutmin Indonesia menulis ulang makna “tanggung jawab sosial” menjadi “tanggung jawab kemanusiaan.” Tentang bumi yang pernah terluka kini diajak berdamai oleh kasih dan ketulusan manusia.

Ketika Tambang Menyemai Harapan

Langit siang itu memantulkan cahaya lembut di atas ladang hijau yang tumbuh dari tangan warga binaan.

Bagi banyak orang, tambang identik dengan debu, batu, dan suara mesin. Namun di Arutmin, tambang berarti ruang untuk menumbuhkan kehidupan dan menanam kemandirian.

“Pak Yudo, lihat itu, jagungnya sudah sejajar dada,” ujar Pak Gusti, matanya berbinar menatap hasil kerja keras warga masyarakat.

Pak Yudo Prakoso, Superintendent Comdev Arutmin, mengangguk pelan, “Dulu tanah ini keras. Tapi sekarang, lihatlah… ia menjawab kasih dengan tumbuhnya kehidupan.”

Ketulusan yang Turun ke Tanah

Tim Comdev Arutmin, Pak Yudo, Pak Syamsir, Pak Ferry, dan Pak Gusti, tidak hanya membuat program. Mereka turun langsung ke tanah, membaur dengan warga masyarakat, mengajar bukan dari podium, melainkan dari lumpur dan keringat yang sama.

“Kita tak bisa memaksa bumi memberi hasil, tapi kita bisa menunjukkan cara memperlakukannya dengan hormat,” kata Pak Syamsir penuh keyakinan.

Dan begitulah cara tim Comdev Arutmin bekerja, membimbing warga masyarakat menanam, merawat, memanen, hingga menikmati hasil kerja tangannya sendiri. Bukan hanya transfer ilmu, melainkan transfer nilai dan rasa.

Pelatihan yang Menghidupkan

Di bawah bangunan pelatihan yang sederhana namun penuh semangat, suara gergaji berpadu dengan tawa masyarakat. Di sanalah digelar Pelatihan Meubelair untuk Warga Desa Tamiang Bakung-Geronggang. Kayu demi kayu dipotong, dipaku, disusun menjadi kursi dan meja.

“Awalnya saya tak tahu apa-apa, Bu” ujar Afrizal, seorang peserta dengan bangga. “Tapi sekarang, saya bisa bikin meja untuk rumah sendiri.”

Pak Ferry menatapnya dengan senyum bangga. “Bukan hanya meja yang kamu buat,” katanya, “tapi harga dirimu sendiri.”

Pelatihan itu bukan hanya menciptakan produk, melainkan menghidupkan kembali rasa percaya diri dan kemandirian ekonomi.

Ladang Harapan di Tanah Bekas Tambang

Di luar bangunan itu, hijau daun sawi melambai-lambai, cabai rawit berbuah lebat, dan barisan jagung berdiri tegak bagai prajurit kehidupan. Tanah yang dulu keras kini subur oleh cinta.

“Tanah ini dulunya susah ditanami,” kenang Pak Gusti, sambil menepuk batang cabai yang berbuah lebat. “Tapi setelah dapat pelatihan dari tim Comdev, kami tahu cara memperlakukannya. Sekarang, lihatlah… hasilnya seperti ini.”

Setiap daun yang tumbuh adalah doa. Doa agar bumi tidak dilupakan, dan agar manusia selalu ingat dari mana kehidupannya berasal.

Di Balik Program, Ada Nurani

Bagi Yudo Prakoso, Superintendent Comdev Arutmin, keberhasilan Community Development bukan diukur dari laporan atau grafik semata.

“Kalau masyarakat bisa tersenyum karena hasil panen, atau pemuda punya keahlian baru dari pelatihan meubelair atau pelatihan Barista, itulah keberhasilan yang sebenarnya,” ucapnya perlahan.

Arutmin paham bahwa Comdev bukan semata kewajiban perusahaan, tapi panggilan nurani untuk memulihkan keseimbangan antara bumi dan manusia. Karena tambang sejati bukan hanya tentang menggali, tapi tentang menghidupkan kembali.

Saat Tambang Belajar dari Alam

Arutmin belajar dari tanah, bahwa kehidupan akan tumbuh jika dirawat dengan kasih. Dari jagung, mereka belajar kesetiaan. Dari sawi, mereka belajar ketekunan. Dari kayu meubelair, mereka belajar kolaborasi. Dan dari warga masyarakat, mereka belajar arti sesungguhnya dari keberlanjutan, hidup yang saling menghidupkan.

Ketika Tambang Menemukan Hatinya

Siang itu, cahaya matahari jatuh terang di atas ladang hijau Arutmin. Para pekerja dan warga masyarakat berdiri berdampingan, menatap hasil kerja mereka, bukan tumpukan batu bara, melainkan kehidupan yang kembali berdenyut.

“Tambang akan berakhir,” ujar Pak Yudo dengan suara pelan namun tegas, “tapi kepedulian tidak boleh padam.”

Pak Ferry menatap tanah yang mulai berwarna emas diterpa terik siang bolong. “Kita bukan hanya menggali bumi, tapi sedang menanam masa depan,” katanya.

Dan benar. Dari bekas galian yang dulu diam, kini tumbuh ladang harapan. Dari tangan-tangan tambang yang dulu mengangkat batu, kini lahir kursi, meja, dan kehidupan baru.

Inilah wajah Arutmin hari ini. Bumi yang dulu terluka kini tersenyum. Warga yang dulu pasrah, kini berdaya. Maka, tambang yang dulu terasa gelap, kini terang benderang oleh cinta dan tanggung jawab.

Arutmin telah membuktikan, bahwa kekayaan sejati bukan terletak pada batubara, melainkan pada hati yang mau berbagi. Bahwa tambang sejati bukan tentang apa yang digali, tetapi apa yang ditumbuhkan.

Ketika tambang mulai menggali hati manusia, yang lahir bukan lagi kekayaan, melainkan kehidupan, harapan, dan cinta yang tak pernah padam.🌹❤‍🔥🎀

Bogor, 25 Oktober 2025

Nurul Jannah adalah seorang dosen lingkungan di IPB University, lulusan doktor lingkungan dari Hiroshima University, penulis produktif, dan penggerak literasi*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *