TINDAKAN pengembokan Kantor KONI Sumatera Barat yang dilakukan oleh sebagian insan olahraga tidak dapat disederhanakan hanya sebagai bentuk kekecewaan emosional.
Menurut saya, tindakan itu adalah hasil dari pemikiran jernih dan perhitungan matang—sebuah simbol nyata dari kejenuhan yang telah lama dirasakan dan harapan yang kuat akan hadirnya kepemimpinan baru yang lebih visioner dan responsif.
Tindakan itu adalah bentuk KPK (Kode Pesan Keras) kepada pihak-pihak yang selama ini terkesan abai terhadap dinamika dan aspirasi para pelaku olahraga di Sumbar.
Lepas dari apakah tindakan itu melanggar hukum atau tidak, substansi yang harus kita cermati adalah: ada pesan kuat yang sedang disampaikan.
Mengapa Wacana Caretaker Muncul?
Jawabannya sederhana: karena hingga saat ini, tidak ada kepastian dan kejelasan dari kepemimpinan KONI yang sebenarnya telah berakhir pada 28 Mei lalu. Bahkan setelah diberi perpanjangan waktu lebih dari satu bulan, belum juga ada langkah konkret untuk menyelenggarakan Rapat Kerja (Raker) dan Musyawarah Provinsi (Musprov).
Kondisi ini bukan hanya memicu kegelisahan, tetapi juga mempertajam rasa frustrasi di kalangan cabang olahraga. Rekan-rekan cabor tidak sekadar menginginkan perubahan yang cepat, tapi mereka juga mendambakan kejelasan arah, ketegasan keputusan, dan kepastian masa depan organisasi.
Wajar jika emosi membara
Namun, kita juga perlu mencari akar masalahnya secara objektif. Dan akar itu jelas: minimnya respon kepemimpinan saat ini terhadap agenda organisasi yang bersifat mendesak dan krusial.
Kita semua ingin suasana olahraga Sumatera Barat kembali sehat dan berprestasi. Untuk itu, saya mengajak semua pihak—baik yang berada di dalam struktur KONI maupun komunitas olahraga di luar struktur—untuk menyelesaikan polemik ini dengan musyawarah, kejernihan berpikir, kearifan bersikap, dan keberanian bersikap objektif.
Bagi siapa pun yang merasa telah melakukan kelalaian, kekhilafan, atau kesalahan dalam menjalankan tanggung jawabnya, hendaknya berani bersikap sportif dan terbuka mengakui. Ini bukan tentang kalah dan menang, tapi tentang menyelamatkan marwah organisasi dan masa depan olahraga kita bersama.
Jika masing-masing pihak justru mempertahankan ego pribadi atau kelompok, maka yang terjadi bukanlah solusi, tetapi jurang perpecahan.
Sebaliknya, jika kita mengedepankan semangat bersama, maka kita akan melihat munculnya jembatan—bukan sekadar pengembokan. Sebuah jembatan penyambung yang kita sebut sebagai caretaker: kepemimpinan transisi yang diharapkan mampu membawa angin segar dan mempercepat proses Musprov agar roda organisasi kembali berjalan sebagaimana mestinya.
Penutup
Sebagai Founder SPORTY Indonesia, saya menegaskan bahwa semangat olahraga adalah semangat kebersamaan, kejujuran, dan integritas. Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik, bukan batu sandungan.
Olahraga Sumatera Barat terlalu berharga untuk dipertaruhkan hanya demi ambisi segelintir orang. Kini saatnya kita bersatu demi prestasi, demi masa depan.
Salam Sportif!
Pax Alle adalah Founder SPORTY Indonesia
a.k.a William Nursal Devarco