Pajak Bagi Pedagang yang Bertransaksi di Marketplace

Oleh : Tri Rizki Mefianto*

Aspek perpajakan bagi para pedagang yang bertransaksi dalam dunia digital di marketplace telah diatur oleh Pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Yang Dipungut oleh Pihak Lain Atas Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri Dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

PMK ini mengatur tentang penunjukan marketplace atau platform digital (platform Loka pasar) sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang bertransaksi melalui sistem perdagangan elektronik.

Pengenaan PPh bagi pedagang yang bertransaksi di marketplace sebelumnya sudah diatur melalui Undang-Undang (UU) PPh dimana Wajib Pajak dapat menghitung, membayar dan melaporkan sendiri PPh terutang, dengan memakai tarif umum sesuai dengan Pasal 17 UU PPh bagi Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Usaha melebihi Rp4.8 Milyar setahun, atau memakai tarif final 0,5% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu yang memiliki Peredaran Usaha sampai dengan Rp4,8 Milyar setahun, yang sering dikenal dengan Wajib Pajak UMKM.

Dengan adanya PMK-37 Tahun 2025 ini, PPh terutang yang dulunya disetor sendiri oleh Wajib Pajak dirubah menjadi mekanisme pemungutan Pasal 22 oleh pihak ketiga, yaitu marketplace atau penyelenggara e-commerce. Dengan ketentuan ini, terjadi perubahan mekanisme penyetoran sendiri menjadi pemungutan oleh marketplace. Dengan demikian, PMK ini tidak memunculkan jenis pajak baru, melainkan hanya penyesuaian dalam cara pemungutan pajaknya, agar lebih efisien dan adil.

Dengan adanya aturan yang baru ini, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang memenuhi kriteria tertentu, baik yang berdomisili di Indonesia maupun luar negeri, ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. Mereka akan memotong langsung pajak dari hasil transaksi pedagang dan menyetorkannya ke negara.

Berapa tarif pajak bagi pedagang yang dipungut marketplace? Tarif pajaknya masih relatif sama dengan tarif PPh sebelumnya, itu 0,5% dari omzet (peredaran bruto). Marketplace akan memungut pajak sebesar 0,5% dari nilai omzet yang tercantum dalam dokumen tagihan. Tarif ini sama seperti skema PPh Final UMKM bagi pelaku usaha dengan omzet sampai Rp4,8 miliar per tahun. Pungutan ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan tetap bisa diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagai kredit pajak.

Lalu bagaimana pemungutan PPh bagi pedagang orang pribadi dengan omzet ≤ Rp500 juta? Pedagang yang memiliki  sampai dengan Rp500 juta tetap bebas dari pemungutan PPh Pasal 22, dengan syarat: 1)  menyerahkan surat pernyataan omzet ke pihak marketplace; 2) menyampaikannya pemberitahuan ke KPP setiap awal tahun (jika omzet masih ≤ Rp4,8 miliar/tahun).

Agar pemungutan berjalan adil dan sesuai, pedagang wajib menyampaikan data berikut ke marketplace: 1) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NIK; 2) Alamat korespondensi; 3) Surat pernyataan omzet (jika ≤ Rp500 juta); 4) Surat Keterangan Bebas (SKB) (jika memiliki SKB pemungutan). Informasi ini wajib disampaikan sebelum penghasilan diterima, dan akan menjadi dasar apakah marketplace melakukan pemungutan atau tidak.

Tidak semua jenis transaksi online dikenakan pemungutan otomatis. Marketplace tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dalam hal: 1) Penjualan oleh WP orang pribadi dengan omzet ≤ Rp500 juta (dan sudah lapor surat pernyataan); 2) Jasa ekspedisi individu (kurir mitra); 3) Transaksi dengan SKB; 4) Penjualan pulsa, emas perhiasan, atau pengalihan hak atas tanah/bangunan. Namun, meski tidak dipungut marketplace, kewajiban perpajakan tetap ada, dan wajib dilaporkan sendiri sesuai peraturan yang berlaku.

Dengan skema ini, pelaku usaha tidak perlu repot menghitung dan menyetor sendiri pajaknya karena langsung dipotong marketplace. Semua disertai dokumen tagihan elektronik yang dipersamakan sebagai bukti pemungutan PPh. Pungutan ini tidak menghalangi pengembalian pajak bila ternyata kelebihan bayar, atau bila Anda dikenai pajak yang seharusnya tidak terutang dan bisa diajukan restitusi seperti biasa.

Pemerintah memahami kekhawatiran pelaku UMKM, terutama di tengah berkembangnya bisnis digital. Namun perlu dipahami, PMK-37 Tahun 2025 bukanlah beban baru, melainkan penguatan administrasi perpajakan yang adil dan efisien, serta mendorong kesetaraan antara pelaku usaha offline dan online.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kanwil DJP Riau, Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *