DI tengah riuh sorak arena PON Beladiri II 2025 Kudus, seorang pemuda berpostur jangkung dari Baso, Agam, menunduk sambil menatap medali perunggunya.
Nama itu— Muhammad Genta Al Gifari, 19 tahun— mungkin belum sepopuler atlet senior lainnya, tapi dari tangannya, Sumatera Barat mencatat medali pertamanya di ajang PON Beladiri tahun ini.
“Medali ini baru langkah awal,” katanya pelan, dengan senyum malu-malu khas anak rantau. “Saya jadikan hasil PON Beladiri ini sebagai ajang evaluasi diri. Latihan harus lebih keras lagi supaya bisa tampil lebih baik di iven berikutnya.”
Perjuangan Genta menuju podium bukan jalan instan. Ia baru mengenal taekwondo pada tahun 2021, di Dojang Kodim 0304 Agam/Bukittinggi.
Awalnya hanya ikut-ikutan teman, tapi siapa sangka, beberapa bulan kemudian ia sudah meraih medali perak di Kejuaraan Terbuka Bukittinggi 2021.
Sejak saat itu, semangatnya tak pernah surut.
Dari emas Kejurwil Aceh 2022, perunggu Popnas 2023, hingga emas Pomnas 2025, setiap kejuaraan menjadi batu loncatan menuju mimpi yang lebih besar. Hingga akhirnya, di Kudus, Genta kembali berdiri di atas matras nasional dan mempersembahkan perunggu di kelas -80 kilogram untuk Ranah Minang.
Prestasinya menarik perhatian Syafrizal Tanjung, legenda taekwondo nasional asal Pariaman yang kini menjabat Kabid Binpres Taekwondo Indonesia Jakarta.
“Ibarat pisau, Genta tinggal diasah sedikit lagi. Tajamnya bakal luar biasa,” kata Syafrizal. “Saya titip anak ini ke KONI Sumbar untuk terus diasah.”
Kini, Genta— mahasiswa semester 3 Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Andalas— mulai menatap target baru: emas di PON 2028 NTB–NTT.
Ia juga punya sosok panutan: Adam Yazid, taekwondoin top asal Jawa Barat.
“Dia itu role model saya. Gerakannya cepat dan fokusnya luar biasa. Saya ingin seperti dia,” ujarnya.
Berpostur 185 sentimeter dengan berat 77 kilogram, Genta dikenal disiplin, rendah hati, dan selalu datang lebih awal ke tempat latihan.
Orangtuanya, Zulhamdi dan Reni Marlina, mendukung penuh minat anak kedua dari tiga bersaudara itu, bahkan sejak masa awal di dojang kecil di Baso.
Bagi Genta, setiap keringat yang menetes di matras bukan sekadar latihan.
Itu adalah bentuk terima kasih untuk tanah kelahirannya.
“Sumbar tempat saya mulai segalanya. Kalau bisa, saya ingin buat nama Sumbar makin dikenal di taekwondo nasional,” ujarnya menutup pembicaraan.
Dan dari sorot matanya yang mantap, tampak jelas — ini baru permulaan. (jiga)