PADANG, FOKUSSUMBAR.COM – “Minang Day” di SD IT Luqman Padang bukan sekadar acara hiburan sekolah. Ia adalah ruang ekspresi dan refleksi bagi anak-anak untuk mengenal adat serta budaya Minangkabau yang mulai jarang tersentuh di dunia pendidikan dasar. Berlokasi di jalan raya Padang–Indarung No.22, Bandar Buat, Lubuk Kilangan, sekolah ini rutin menggelar “Minang Day” setiap hari Selasa, dua kali sebulan.
Tujuannya sederhana tapi sarat makna, mambangkik batang tarandam, mengangkat kembali batang yang terendam, yaitu nilai-nilai adat, sopan santun, dan filosofi Minangkabau yang nyaris hilang di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi.
Di halaman sekolah, suasana berubah menjadi semacam panggung nagari kecil. Anak-anak tampil penuh semangat mempersembahkan beragam karya budaya mulai dari Tari Piring dan Indang, kisah Malin Kundang dengan logat Padang yang kental hingga drama klasik “perseteruan kerbau besar dan kerbau kecil” sebagai simbol asal-usul nama Minangkabau.
Sementara siswa kelas enam memperagakan “Sumbang 12”, sebuah ajaran sopan santun perempuan Minang yang dikemas ringan dan menghibur. Bahkan, ada pula sesi mangaji dan pembacaan pepatah petitih yang menegaskan perpaduan indah antara adat dan syariat, sejalan dengan falsafah Minangkabau: Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Sekolah yang Merawat Identitas
Bagi Kepala Sekolah SD IT Luqman, Ustazah Afrianis atau yang akrab disapa Ustazah Awok — “Minang Day” bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler, melainkan bagian penting dari pendidikan karakter Islam terpadu.
“Anak-anak kita harus kenal akar budayanya. Kami ingin mereka paham bahwa Minangkabau itu kaya, beradat, dan berakhlak. Jadi bukan hanya pandai mengaji, tapi juga tahu dari mana mereka berasal,” ujarnya.
Pernyataan ini sejalan dengan falsafah lama Minangkabau “Perlu orang sekampung untuk mendidik anak-anak kita.”
Filosofi tersebut kini justru mendapat dukungan dari para ahli pendidikan modern yang menekankan pentingnya kolaborasi komunitas dalam proses pendidikan anak.
SD IT Luqman menghidupkan kembali semangat itu dengan melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat dalam kegiatan budaya sekolah.
Banyak wali murid turut membantu menyiapkan properti, mulai dari baju kurung, saluak, hingga payung hias untuk penampilan anak-anak. Anak belajar, orang tua ikut bangga hingga pendidikan pun menjadi gerakan bersama.
Seni dan Budaya: Pilar Karakter Islami
Dalam pandangan Ustazah Awok, seni dan budaya tradisional bukan hanya ekspresi estetika, tetapi juga sarana pembentukan karakter.
“Seni tari daerah, musik tradisional, pepatah petitih, dan cerita rakyat bukan sekadar hiburan. Mereka adalah warisan nilai, etika, dan spiritualitas yang selaras dengan pendidikan karakter Islami,” jelasnya.
Dari kegiatan “Minang Day” ini, anak-anak belajar banyak hal penting:
1. Membentuk karakter dan budi pekerti. Kesenian lokal mengajarkan kesabaran, kerja sama, dan rasa hormat terhadap orang tua.
2. Menumbuhkan rasa cinta tanah air. Anak yang mengenal budayanya akan lebih bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
3. Menyeimbangkan kecerdasan emosional dan spiritual. Budaya tradisional mengasah rasa dan nurani, hingga menjauhkan anak dari sifat keras dan perilaku bullying.
Guru Keislaman SD IT Luqman, Ustaz Darmawansyah, juga menuturkan bahwa kegiatan ini membuat anak-anak lebih percaya diri dan kreatif.
“Anak-anak jadi bangga menampilkan budaya Minang. Bahkan beberapa di antara mereka mulai tertarik belajar pantun dan tari tradisional di luar jam sekolah,” ujarnya sambil tersenyum.
Adat dan Syariat: Dua Sayap Pendidikan Beradab
“Minang Day” juga menjadi jembatan untuk memperkuat nilai-nilai Islam dalam konteks budaya lokal.
“Lewat Minang Day, kami ingin anak-anak tahu bahwa beradat itu bagian dari beragama. Kalau orang Minang bilang, adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah — inilah yang kami tanamkan sejak dini,” ujar Ustaz Rozi.
Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak berhenti pada kognisi, tapi juga membentuk rasa dan identitas. SD IT Luqman mengajarkan muridnya untuk berakar pada adat, dan berbuah dalam akhlak.
Harapan: Dari Sekolah Menuju Peradaban
Menggalakkan seni dan budaya tradisional bukanlah sekadar nostalgia. Ia adalah investasi jangka panjang untuk membentuk generasi yang berakar kuat namun mampu menjulang tinggi.
Generasi yang bangga pada jati dirinya, menjunjung identitas bangsa, dan mampu berdiri di atas kaki sendiri.
“Dunia pendidikan harus jadi pelopor gerakan ini — menjadikan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan Islam yang holistik,” tutur Ustazah Awok dengan penuh semangat.
Budaya Minangkabau, yang berakar pada nilai-nilai Islam, telah melahirkan banyak tokoh besar dan pemikir yang diakui dunia. Nilai-nilai luhur itu kini dirawat kembali melalui tangan-tangan kecil para murid SD IT Luqman.
SD IT Luqman: Rumah Peradaban
Bagi Ustazah Awok dan para guru, SD IT Luqman bukan sekadar sekolah, melainkan rumah peradaban , tempat anak-anak belajar bukan hanya membaca dan berhitung, tetapi juga mengenali akar, menghargai warisan, dan menumbuhkan cinta terhadap budaya serta agama.
“Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?” kata Ustaz Fauzi menutup pembicaraan.
Di tengah dunia yang semakin digital, SD IT Luqman Padang memilih tetap berpijak pada nilai lokal dan spiritual. Karena di sinilah, adat bukan hanya warisan masa lalu, tetapi jalan menuju kebijaksanaan masa depan. []
Ditulis : Fikri Alhamdi, Guru SD IT Luqman Padang
									


