Oleh : Musfi Yendra*)
Presiden Prabowo Subianto dengan lugas dan tegas menyoroti soal birokrasi di Indonesia. Sebagaimana ia sampaikan dalam sidang paripurna perdana Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan pada tanggal 23 Oktober lalu. Presiden Prabowo menyebutkan, bahwa birokrasi di Indonesia terkenal ribet dan lambat dalam bekerja.
Ia juga mendengar, adanya pembicaraan oleh rakyat bahwa birokrasi pemerintah sering mempersulit, bukan mempermudah keperluan rakyat. Bahkan katanya tentang birokrasi kita, kalau bisa dibikin sulit kenapa dipermudah.
Saat memberikan sambutan saat pada Deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional, 2 November, Presiden Prabowo juga menyinggung soal pemerintahan yang bersih. Ia menyampaikan dengan tegas, “tidak ada negara yang berhasil tanpa pemerintah yang bersih, karena itu saya bertekad memimpin pemerintah negara Republik Indonesia yang bersih,” katanya dengan penuh semangat.
Kemudian, pada tanggal 8 November lalu sebelum Presiden Prabowo melakukan kunjungan ke beberapa negara, kembali ia menegaskan tentang pentingnya pemerintahan yang bersih. Ia menegaskan upaya besar yang akan dilakukannya yaitu menciptakan pemerintahan yang bersih, bersih dari penyelewengan, bersih dari ketidakefisiensian, bersih dari manipulasi dan bersih dari kongkalikong.
Dari berbagai momentum pidato dan pernyataan Presiden Prabowo tersebut sepertinya ia akan serius dan bekerja keras untuk membenahi tatakelola birokrasi di pemerintahan. Birokrasi adalah instrumen utama dalam menjalankan pemerintahan dan kekuasaan politik suatu negara.
Indonesia memulai babak baru. Tanggal 20 Oktober 2024 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi menjabat Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2024-2029. Prabowo Subianto menggantikan Joko Widodo yang menjabat presiden Indonesia dua periode, yaitu selama 10 tahun.
Presiden baru tentu tertumpang berbagai harapan untuk kemajuan Indonesia di masa depan. Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan dan juga peluang. Seiring dengan berbagai dinamika secara global. Tantangan dan peluang ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, pertahanan keamanan, pemerintahan termasuk juga tatakelola birokrasi.
Prabowo-Gibran memiliki visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045. Terdapat delapan misi yang disebut dengan Astacita. Pada point ke-7 Astacita tertuang misi membenahi birokrasi dan pemerintahan, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
Patologi birokrasi bukan hal baru dalam praktek birokrasi di Indonesia. Patologi mulanya merupakan istilah dalam bidang kedokteran yang mengambarkan berbagai macam penyakit manusia. Namun kemudian istilah patologi ini juga dipakai pada bidang administasi publik, yang mengidentifikasi berbagai penyakit dalam birokrasi.
Pakar administrasi publik Amerika Serikat, Gerald E Caiden (1991) mengatakan, keburukan, penyakit, dan gangguan birokrasi merupakan patologi birokrasi. Keburukan, penyakit, dan gangguan birokrasi bukanlah kegagalan individu yang menyusun organisasi, melainkan kelemahan sistematis organisasi yang menyebabkan individu di dalamnya bersalah melakukan malpraktik. Bahkan Caiden menyebutkan terdapat 175 bentuk penyakit yang dilakukan oleh birokrat (common bureaupathologies).
Sondang P. Siagian (1999), seorang ahli administrasi dan manajemen dari Indonesia, mengklasifikasi lima kategori patologi yang timbul dalam praktek buruk birokrasi di Indonesia. Pertama, patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi. Kedua, patologi yang disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional. Ketiga, patologi yang timbul karena tindakan para aparat birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat disfungsional atau negatif. Kelima, patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.
Setidaknya lima bentuk patologi birokrasi yang berlangsung selama ini di Indonesia menjadi tantangan bagi Presiden Prabowo untuk mengobatinya. Ibarat penyakit jika masih stadium satu, masih bisa diobati, jika kondisinya sudah stadium lanjut, bisa saja diamputasi organ tubuh yang berpenyakit tersebut.
Salah satu obat manjur untuk mengobati patologi birokrasi adalah keterbukaan informasi publik. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomasi Publik, biasa disebut Undang-undang KIP.
Tujuan dari Undang-undang KIP ini, sebagaiman terdapat pada pasal 3 adalah a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Sehingga keterbukaan informasi publik menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan akses yang mudah bagi masyarakat dalam memperoleh informasi yang diperlukan.
Keterbukaan informasi publik juga merupakan pondasi penting bagi negara untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam proses penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan. Keterbukaan informasi publik juga menjadi instrumen penting untuk meningkatkan pengawasan publik terhadap pelaksanaan tugas aparat pemerintahan.
Komisi Informasi merupakan lembaga negara yang bertugas menjalankan Undang-undang KIP ini. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang KIP dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan atau ajudikasi nonlitigasi.
Komisi Informasi memiliki peran yang strategis mengawal terbentuknya pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel sebagaimana yang diharapkan oleh Presiden Prabowo. Keberadaan lembaga ini harus diperkuat oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Saat ini sedang dilakukan proses revisi Undang-undang KIP. Beberapa subtansi revisi Undang-undang KIP ini adalah penegasan independensi Komisi Informasi dalam memutus sengketa informasi termasuk kemandirian sekretariat Komisi Informasi, memperjelas hubungan Komisi Informasi pusat dan daerah, penguatan fungsi yudisial Komisi Informasi, penguatan putusan Komisi Informasi, perbaikan dalam penyelesaian sengketa informasi publik dan menjamin kekuatan putusan Komisi Informasi.
Untuk itu diharapkan Presiden Prabowo dapat mendukung penuh upaya memperkuat kelembagaan Komisi Informasi melalui revisi Undang-undang KIP tersebut. Supaya ke depan Komisi Informasi dapat lebih maksimal dalam menjalankan tugas mengawal keterbukaan informasi publik, sebagai upaya mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan. []
*) Penulis adalah Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat