HIJRAH (هِجْرَة)

Oleh: Gusfahmi Arifin, SE.,MA., MM*

PENANGGALAN Hijriyah pertama kali dimulai tahun 17H/639M, ketika Gubernur Basrah, Abu Musa Al Asy ’ari RA menerima surat dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA, namun surat itu tidak memiliki tanggal. Maka Gubernur Abu Musa membalas surat Khalifah dengan kalimat:”Kataba Musa al-Asy’ari ilaa Umar Ibn Khattab, Innahu yaktiina minka kutubun laysa laha taarikh”, artinya “Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa tanggal.”

Dalam riwayat lain disebutkan,“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”

Setelah membaca surat gubernur tersebut, Umar bin Khathab bermusyawarah menentukan kalender awal tahun Islam, dimana dalam musyawarah itu, ada 4 usulan tentang cara memulai tahun Islam, yaitu: saat kelahiran Nabi Muhammad SAW (12 Rabi’ul Awwal 571 M), saat Nabi menerima wahyu (Ramadhan 610 M/12 SH), saat Fathul Makkah (Ramadhan 8 H/630M), saat hijrahnya Rasulullah SAW (Rabi’ul Awwal 622M/1 H) dari Makkah ke Madinah atas usulan Ali bin Abi Thalib RA. Usulan yang ke-4 inilah yang diterima oleh Umar bin Khathab RA, dengan alasan bahwa peristiwa hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.

Secara etimologi (bahasa) Hijrah berasal dari kata هاجَرَ ـ يُهاجِرُ ـ هَجْرَ, yang berarti pindah, meninggalkan negeri asal, berimigrasi (Kamus Al Maany). Secara syar‘i, hijrah berarti keluar dari darul kufur ke Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah,II/276).

Hijrah memang tidak termasuk satu rukun Islam, namun harus dilaksanakan, minimal sekali seumur hidup, karena merupakan perintah Allah SWT.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٢٠
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (QS. At Taubah [9]: 20).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Dari Abdullah bin ‘Amru dari Nabi SAW, bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah ” (HR. Bukhari no.10).

Terjadinya hijrah Nabi Muhammad SAW NABI dari Makkah ke Madinah, diawali dengan peristiwa Nabi menerima wahyu di gua Hira’, yaitu QS. Al Alaq [96]:1-5, dimana Allah SWT memerintahkan Nabi untuk berdakwah, merubah keadaan umat yang sangat jahiliyah pada waktu itu. Setelah itu turun pula QS. 74 Al Muddatstsir, yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, memberi peringatan kepada umatnya.

Tiga tahun pertama, Nabi berdakwah secara sirriyyah (diam-diam), di tahun ke-4 kenabian berdakwah secara terang-terangan, sesuai dengan perintah Allah SWT,”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS. Asy Syu’araa’ [26]: 214). Juga perintah Allah SWT,”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. Al Hijr [15]: 94). Di tahun ke-4 barulah beliau berdakwah secara terang-terangan. Umar Bin Khattab masuk Islam tahun ke-6 kenabian, Hamzah masuk Islam tahun ke 8 kenabian.

Perlawanan terhadap dakwah Nabi SAW justru datang dari kerabat dekat beliau, yaitu Abu Lahab, sehingga turun QS. 111 Al Lahab, dimana Abu Lahab dan istrinya Ummi Jamilah serta anak-anaknya Uthbah dan Uthaibah sangat membenci dan menentang dakwah Nabi SAW. Perlawanan lebih keras datang lagi dari Abu Jahal, yang nama aslinya adalah Amru bin Hisyam, yang selalu menyusahkan, mengganggu dan menghalang-halangi Nabi dalam berdakwah.

Namun Nabi Muhammad SAW tidak mundur dalam berdakwah. Siang malam beliau mengajak manusia agar menyembah Allah SWT. Namun ajakan beliau ini tidak mendapat sambutan yang baik dari kaumnya, malahan orang kafir Quraisy (orang kampung beliau) meludahi, melempari, menganiaya beliau, bahkan mau membunuh beliau dengan imbalan hadiah 100 ekor unta (+/- Rp.7 miliar) bagi orang yang membunuh beliau.

Kenapa beliau dan para sahabat mesti pindah dari Makkah al-Mukarramah (Umul Qura’) ke Madinah al Munawwarah (Yastrib)? Bukankah Makkah adalah kampung halaman beliau sendiri, beliau punya rumah, keluarga besar, paman, bibi, kakek, dan sanak saudara di Makkah. Secara Sosial: Beliau juga berasal dari keturunan terhormat, yaitu Bani Hasyim.

Abdul Muthalib adalah penguasa Makkah, pamannya Abu Thalib, Hamzah adalah orang-orang terpandang dikota Makkah saat itu. Kenapa harus pergi dari kampung halaman tercinta? Secara ekonomi, beliau masih punya harta. Demikian pula Abu Bakar RA masih banyak harta. Buktinya, ketika Hijrah membawa 5000 dirham (1 dirham = Rp.70.000, 5000 dirham = Rp.350.000.000). Jawabannya adalah, karena Nabi dan para shahabat tertindas, sesuai
QS.An-Nisa [4]:97).
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ ظَالِمِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمۡۖ قَالُواْ كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِينَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ قَالُوٓاْ أَلَمۡ تَكُنۡ أَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٗ فَتُهَاجِرُواْ فِيهَاۚ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا ٩٧
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”.Mereka menjawab:”Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)” (QS. An-Nisa [4]:97).

Kenapa dikatakan tertindas? Karena Rasulullah SAW dan para sahabat tidak dapat menjalankan Islam secara keseluruhan (6236 ayat). Rasulullah SAW menginginkan agar hukum perkawinan, sistem ekonomi, dan lain-lain semuanya diatur secara Islam. Hal inilah yang tidak disukai kaum kafir quraisy. “Oh, kalau ini yang hendak diatur oleh Muhammad, tunggu dulu! Tidak bisa. Ini bukan Negara Islam, kata pemuka kafir Quraisy. Anda tidak bisa memaksakan kehendak dan ingin mengatur hidup Negara ini dengan Islam.

Lalu Nabi Muhammad SAW dikatakan terlalu fundamentalis, agamais, Islamis lalu di cap ekstrimis, kemuadian penguasa Makkah mulai melakukan terror kepada Nabi. Dituduhlah Nabi Muhammad mau melakukan makar, gerak-gerik Nabi diawasi 24 jam, lalu dicari-cari berbagai alasan untuk menangkap Nabi dan siapa saja yang ikut Nabi. Keadaan seperti inilah kira-kira yang dikatakan tertindas.

Bagaimana tertindas kondisi sekarang? Jawabannya adalah sama (tidak berbeda). Orang-orang yang hendak melaksanakan perintah Allah SWT secara kaffah, disebut ekstrimis, fundamentalis, agamais, lalu berubah menjadi teroris! Jika ada bawahan yang ingin menjalankan syari’at agama dengan benar, dihalang-halangi oleh atasan.

Pegawai hendak shalat tatkala azan bergema, pimpinan mengadakan rapat. Pegawai ingin haji, pimpinan melarang cuti. Pegawai ingin menutup aurat, dikatakan tidak humanis. Pegawai tidak mau disogok, dikatakan sok alim, Pegawai ingin menikah lagi, dikatakan tidak sesuai dengan HAM. Inilah contoh ketertindasan kita kaum Muslimin saat ini. Kita mau hidup dengan caranya Allah SWT, namun tidak diperbolehkan oleh orang kafir dan Munafik.

Bagaimana kalau kita tidak hijrah? Orang yang tidak hijrah terancam mati dalam keadaan kafir dan masuk neraka jahannam, sebagaimana firman Allah SWT,”Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”.

Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).

Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An Nisaa’ [4] : 97-100).

Hijrah itu sungguh berat! Karena akan menghadapi tantangan dari keluarga, sebagaiman firman Allah SWT,”Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaanyang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintaidaripada Allah SWT dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah SWT mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah [9]:24).

Hijrah itu sungguh berat! Rasulullah SAW dan para sahabat tidak hanya Aqidah, juga Hijrah fisik dari Ummul Qura’ (Makkah) ke Yastrib (Madinah), yang berjarak 496 KM. Meninggalkan rumah yang dibangun susah payah, meninggalkan istri dan anak-anak, menjual harta, emas, perak, deposito untuk bekal dalam berjihad, menahan ocehan orang tua, teman, tetangga. Pindah tempat tinggal, padahal ditempat yang baru belum terlihat gantinya. Muhajirin, mesti menata lagi cara kehidupan baru, mencari pekerjaan baru, yang mungkin tidak seperti yang sudah ada sekarang.

Hijrah akan membedakan mukmin dan munafik! Hijrah itu berfungsi untuk membedakan dan memisahkan, mana kaum Muslim dan Munafik! Hijrah bukanlah lari dari keadaan atau lari dari musuh. Buktinya, secara geografis, Madinah itu masih dijazirah Arab, jaraknya hanya 496 km. Jadi Nabi SAW tidak lari dari musuh. Namun Hijrah adalah hanya suatu alat uji kepada kaum Muslim, yang sudah menyatakan beriman, apakah benar mereka beriman. Mereka harus buktikan, secara jantan mengambil sikap, menentukan pilihan, berubah atau tidak.

Hijrah dan tergolong Mukmin atau tetap tinggal di Makkah dan tergolong munafik! Hanya ada dua pilihan! Jika ada orang yang mengaku Muslim, tapi tidak mau melaksanakan Syari’at Islam atau tidak setuju dengan Syari’at Islam, maka ia sesungguhnya bukan Muslim, melainkan Munafik, sebagaimana ayat,”Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami berimankepada Allah SWT dan hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman(QS. [2]:8). Bagi mereka yang berhijrah dan selanjutnya berjihad memper-tahankan keyakinannya itu, dengan harta dan jiwa mereka, Allah SWT menjamin: diberi rahmat(QS.[2]:218), pertolongan (QS.[8]:72), predikat Mukmin yang haqq (QS.[8]:74), derajat yang tinggi (QS.[9]:20), rezeki yang banyak (QS.[4]:100).

Hasil hijrah ini melahirkan sebuah tatanan baru berupa terbentuknya Negara Islam I (622-632M), Madinatul Munawwwarah, Kota Yang Bercahaya, Yang memberi contoh kehidupan yang damai, tentram, aman, adil, sejahtera, dibawah Kepala Pemerintahan Nabi Muhammad SAW, seorang Nabi yang menyampaikan wahyu, juga sekaligus kepala pemerintahan (Eksekutif), Pembuat Undang-Undang (Legislatif) dan Hakim Tertinggi (Yudikatif).

Kekuasaan beliau dilanjutkan oleh Shahabat-Shahabat beliau selama 30 tahun (632-662 M) yaitu Abu Bakar selama 2 tahun (632-634 M), Umar 10 tahun (634-644 M), Utsman 12 tahun (644-656 M) dan dan Ali 6 tahun (656-662 M). Dilanjutkan Dinasti Umayyah 100 tahun (662-750 M), Dinasti Abbasiyah 500 tahun (750 – 1250 M), Dinasti Fathimiyah di Mesir, Dinasti Mughal di India, Turki Utsmani tahun 1924.

Inilah makna Hijrah yang harus kita ualng-ulang, terutama dalam pergantian tahun 2024 ke tahun 2025 ini. Memaknai pergantian tahun dengan semangat perubahan, dalam masalah ibadah, amaliyah dan akhlaq, sehingga menjadi hamba Allah yang bermanfaat bagi manusia, sesuai dengan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

*) Penyuluh Pajak Ahli Madya, Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumbar dan Jambi, dan sekarang Mahasiswa S3 Hukum Islam, UIN Imam Bonjol Padang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *