Oleh: Firdaus Abie*)
KETIKA belakangan ramai diberitakan bahwa Porprov Sumatera Barat, kembali disiapkan untuk 2026, pikiran saya langsung melayang ke masa lalu, tepatnya Agustus 2010.
Hari itu, Irwan Prayitno dilantik jadi Gubernur Sumbar, Muslim Kasim Wakilnya. Masih dengan pakaian serba putih, dari acara pelantikan, keduanya langsung memimpin rapat. Pesertanya seluruh bupati/wali kota dan Ketua KONI Sumbar Syahrial Bakhtiar.
Bahasan mereka, bukan agenda seremonial. Bukan ucapan selamat, tetapi langsung masuk pada persoalan inti: Porprov harus digelar tahun itu juga. Keputusan tersebut terasa berani.
Sumbar baru diguncang dua gempa besar 2007 dan 30 September 2009. Infrastruktur rusak, ekonomi goyah, masyarakat masih berbenah. Dalam kondisi itulah Porprov XI/2010 harus tetap dilaksanakan. Bukan untuk menutup mata dari luka, tetapi memperlihatkan cara untuk bangkit.
Format tuan rumah bersama diperkenalkan untuk pertama kalinya. Agam menjadi lokasi pembukaan dan penutupan, sementara seluruh kabupaten/kota ambil bagian sebagai penyelenggara cabang olahraga. Tidak ada pembangunan venue, tidak ada renovasi venue besar-besaran. Semua hanya memiliki komitmen: kalau bisa jalan, kita jalankan.
Setelah itu, ritme dua tahunan bergerak mulus: Porprov XII/2012 (Limapuluh Kota), Porprov XIII/2014 (Dharmasraya), Porprov XIV/2016 (Padang), Porprov XV/2018 (Padangpariaman)
Hajatan di tahun 2018 menjadi penanda terakhir sebelum sebuah jeda panjang, “stasiun” yang tidak pernah direncanakan. Pandemi Covid 19 tahun 2020 menjadi penyebab utama berhentinya kegiatan, tetapi setelah pandemi berlalu, jangkar tak pernah benar-benar diangkat lagi.
Tujuh Tahun Tanpa Porprov: Sebuah Kehilangan Besar
Sejak 2018 hingga 2025, tujuh tahun Sumbar tidak pernah menggelar Porprov. Tiga kali siklus Porprov terlewatkan.
Situasinya berlapis-lapis: H. Agus Suardi, terpilih secara aklamasi melalui Musorprovlub, tidak mampu menggelar Porprov. Pada 14 Maret 2022, sosok yang akrab dengan sapaan Abin, diberhentikan Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman. Sang Ketum KONI Sumbar tersebut terseret kasus hukum.
Roni Pahlawan kemudian naik sebagai Ketua KONI Sumbar, periode 2021-2025. Ia terpilih Kamis 16 Juni 2022 karena calon tunggal, tapi baru dilantik oleh Ketua KONI Pusat Marciano Norman di aula KONI Pusat, Jumat 23 Juni 2023, atau setahun delapan hari sejak terpilih.
Dalam periode tersebut, Porprov 2020 tak bisa digelar karena Pandemi Covid-19. Porprov 2022 diagendakan tetapi batal. Jadwal Porprov 2023 sudah disusun, namun kembali dibatalkan dan digeser ke 2025. Porprov 2025 pun tidak terlaksana hingga masa kepengurusan Roni Pahlawan berakhir, walau ada perpanjangan waktu selama enam bulan, namun terhenti di tengah perjalanan.
Singkatnya: agenda meleset, jadwal berubah, kepemimpinan berganti, tetapi Porprov tetap tidak berjalan.
Tujuh tahun kosong tanpa Porprov adalah kehilangan besar. Bagi daerah yang bertumpu pada regenerasi, absennya panggung kompetisi membuat banyak potensi atlet tak pernah benar-benar tumbuh.
Hamdanus dan Mesin yang Kembali Menyala
Ketika Hamdanus terpilih pada 29 September 2025, langkah cepat yang diambilnya terasa seperti menyalakan kembali mesin yang sudah lama dingin.
Baru dua hari menjabat, Ia sudah mengantarkan kontingen Sumbar ke PON Beladiri di Kudus. Tak lama kemudian, Ia duduk bersama Dispora Provinsi Sumbar serta Dispora kabupaten/kota se-Sumbar, lalu melahirkan keputusan penting: Porprov XVI Sumbar digelar Juni–Juli 2026, dengan format tuan rumah bersama.
Ini bukan hanya keputusan tepat, tetapi juga cerdas. Di tengah kondisi anggaran yang ketat, format kolaboratif menjadi jalan paling realistis. Beban dibagi, venue yang ada dioptimalkan, dan setiap daerah tetap menjadi bagian dari denyut olahraga Sumbar.
Memastikan efisiensi tidak berhenti sebagai slogan, sejumlah aturan teknis diperketat. Pertama, setiap cabor wajib memiliki kepengurusan aktif di minimal 10 kabupaten/kota. Agar Porprov tidak dimasuki Cabor musiman yang hanya hadir ketika ada anggaran.
Kedua; nomor pertandingan harus mengacu pada standar PON. Tidak ada nomor siluman yang tidak berdampak bagi prestasi.
Ketiga; tidak ada pembangunan venue baru kecuali sangat mendesak.
Tambahan usulan yang patut dipertimbangkan, pertama; cabang, atau nomor yang dipertandingkan, meski berpedoman kepada cabang atau nomor atau kelas di PON. Kedua; cabang atau nomor yang dipertandingkan adalah cabang atau nomor, atau kelas yang sudah mengantarkan Sumbar ke PON terakhir, atau dua PON terakhir plus atau cabang atau nomor yang berpeluang meraih medali. Bukan diperoleh dari wildcard.
Prinsip utamanya: maksimalkan fasilitas yang sudah tersedia, seperti pada Porprov 2010.
Menggerakkan “turbin” menggunakan prinsip ini, maka Porprov tidak lagi menjadi ajang jor-joran anggaran, tetapi kembali pada fungsi utamanya: pembinaan dan pencetakan atlet berprestasi.
Porprov 2026 bukan hanya “agenda yang kembali”. Ia adalah penanda bahwa ekosistem olahraga Sumbar kembali bergerak, koreksi atas tujuh tahun vakum, kesempatan bagi atlet muda untuk kembali tampil sebelum melangkah ke PON, bukti bahwa komitmen dan efisiensi bisa berjalan seiring tanpa harus diiringi konflik anggaran dan tarik ulur kepentingan.
Pada 2010, Sumbar membuktikan bisa bangkit meski baru diguncang bencana besar. Kini, setelah tujuh tahun tanpa Porprov, kita juga bisa bangkit kembali.
Porprov 2026 adalah momentum untuk kembali ke jalur, kembali bekerja dengan tenang, tanpa banyak ribut, tanpa banyak biaya. Tujuannya, jalan dan menghasilkan prestasi!
Sebagaimana semangat 2010, ini saatnya kita kembali berkata: Jangan tunggu semuanya sempurna. Mulai saja. Kerjakan yang bisa dikerjakan. []
Penulis adalah wartawan olahraga Harian Posmetro Padang*)
Simak detail lainnya di kanal YouTube Firdaus Abie.



