Banner Bupati Siak
Dakwah  

Khutbah Hari Raya Idul Adha 1446 H: Edukasi Ibadah Qurban dan Haji*

Oleh : Dr. Muhammad Kosim, MA**

السلام عليكم ورحمة الله وبر كاته

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ 

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإِنِّي أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ : لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Kaum muslimin dan muslimat, jamaah Idul Adha rahimakuullah

Mari kita bersyukur dan bertakwa kepada Allah Swt, atas nikmat iman, nikmat kesehatan dan kesempatan kita dapat berkumpul di lapangan kebanggaan warga Bukittinggi ini, di waktu yang mulia, untuk menunaikan ibadah yang agung.

Di hari ini, takbir menggema di seluruh penjuru dunia. Di Tanah Suci, jutaan saudara kita sedang melaksanakan ibadah haji. Di sini, kita bersama-sama menegakkan syiar Islam dengan shalat Id dan ibadah kurban. Semoaga Allah anugerahkan ridah dan berkah-Nya pada kita semua. Shalawat dan salam kita doakan buat sang teladan, habibullah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana shalawat dan salam buat khalilullah, Nabi Ibrahim As.

Saudaraku yang dimuliakan Allah…

Hari raya Idul Adha bukan sekadar perayaan tahunan. Ia adalah momentum pendidikan ruhani. Momentum untuk mengasah kembali ketakwaan, menyegarkan keimanan, dan memperkuat kepedulian sosial. Maka, di kesempatan ini, Khatib ingin mengajak kita semua merenungkan dua pelajaran penting: edukasi ibadah kurban dan edukasi ibadah haji.

Pertama, Edukasi Ibadah Kurban

Ibadah kurban bukan hanya tentang menyembelih kambing, sapi, atau unta. Ia adalah simbol dari ketundukan, keikhlasan, dan pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya. Seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan putranya, Nabi Ismail as. Sebuah kisah yang abadi dalam sejarah manusia.

Bayangkan, seorang ayah yang sangat mencintai anaknya, setelah sekian lama menanti kehadirannya, tiba-tiba diperintahkan Allah untuk menyembelih anak itu. Tapi, yang luar biasa, baik Ibrahim maupun Ismail, keduanya tunduk patuh tanpa banyak tanya. Ismail berkata:

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (Q.s. As-Shaffat/37:102).

Ibnu Katsir dalam kitabnya Qishahul Anbiya’ menjelaskan, jawaban Ismail tersebut sebagai manifestasi dari ketaatan seorang anak kepada orang tua dan juga Tuhannya.

Kenapa bisa terbentuk karakter Ismail kecil yang taat tanpa syarat pada Allah Swt? Mari kita belajar bagaimana Ibrahim as mendidik Ismail. Fondasi utama sukses mendidik anak adalah membentuk keluarga Bahagia berbasis tauhid. Nabi Ibrahim dikenal sebagai bapak monotheism, yang memperjuangkan agama Tauhid, ia mengajak umat manusia untuk hanya menyembah Allah, dan meninggalkan segala bentuk penyembahan kepada berhala, meskipun tantangan begitu berat.

Ayahnya sendiri, Azar, adalah pembuat patung berhala. Tapi Nabi Ibrahim as tidak goyah. Beliau bahkan diusir oleh ayahnya, ditentang kaumnya, dan sampai dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Tapi karena keteguhan imannya, Allah selamatkan beliau. Semua itu Nabi Ibrahim as jalani demi menegakkan kalimat La ilaha illallah. Tauhid yang kokoh itu melahirkan keshalehan yang memancarkan kebaikan bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Perjuangan itu mesti diwarisi oleh keturunannya. Karena itu Nabi Ibrahim as bermohon pada Allah agar diberikan anak shaleh, bukan untuk dibangga-banggakan, tetapi untuk dididik dan dikader meneruskan perjuangan dakwahnya. Doa itu diabadikan dalam Alquran:

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

 “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” (Qs. Ash-Syaffat/37: 100). Allah pun mengabulkan doa itu:

فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ

Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun (37/101).

Maka berdoalah pada Allah agar kita memperoleh keturunan yang shaleh. Tentu tidak sekedar doa, Nabi Ibrahim as juga melakukan upaya konkrit untuk melahirkan anak shaleh. Ia mulai dengan menikahi perempuan bernama Hajar atas saran istrinya Siti Sarah yang belum juga dikaruniai anak. Hajar adalah perempuan sederhana tetapi ia perempuan shalehah yang taat pada Allah Swt dan taat pada suaminya. Inilah syarat utama melahirkan anak shaleh, harus didahului dengan pasangan suami istri yang shaleh dan shalehah.

Rumusnya sederahana, jika ingin melahirkan anak shaleh, idealnya orang tua: ayah dan ibu terlebih dahulu shaleh dan shalehah. Dengan begitu, orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Itulah yang dilakukan Nabi Ibrahim as:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

Sesungguhnya telah ada suritauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; (Qs. Al-Mumtahanah/60: 4).

Makna yang lebih luas, tidak saja ayah dan ibu sebagai orangtua biologis, orangtua ruhani berupa guru juga harus shaleh lalu didukung dengan lingkungan sekitar yang shaleh pula. Tripusat Pendidikan: di rumah, sekolah, dan masyarakat idealnya seiring sejalan.

Kalau orang tua di rumah sudah rajin shalat, baca Alquran, dan akhlaknya baik, tapi di sekolah anak-anak diajari paham-paham yang sesat, seperti ekstrim kiri dapat membuat mereka menjadi liberal, materialis, dan secular yang cenderung menolak agama, atau paham ekstrim kanan yang dapat memicu perilaku radikal dan teroris.

Sebaliknya, kalau di sekolah anak diajak shalat berjamaah, tilawah, belajar akhlak mulia, tapi di rumah orang tuanya malah jarang shalat, jarang buka Alquran, atau bahkan tidak peduli soal agama, pasti sulit membentuk anak shaleh. Anak akan lebih banyak meniru apa yang ia lihat, bukan apa yang ia dengar.

Begitu juga kalau orang tua sudah baik, sekolah sudah Islami, tapi anak-anak dibiarkan bergaul bebas, berteman tanpa batas, bersosial media tanpa pengawasan, maka anak tetap rentan terjerumus dalam hal-hal yang merusak.

Pentingnya lingkungan yang baik juga dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. Ketika Ismail masih bayi, Nabi Ibrahim as juga diperintahkan Allah untuk menempatkan putranya Ismail beserta istrinya Hajar ke tempat tandus, namun di sana ada Baitullah. Saat itu, Siti Hajar bertanya pada Ibrahim yang hendak meninggalkan mereka: “Hai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah ini yang tidak ada seorang pun dan tidak ada sesuatu pun di sini?” 

Hajar bertanya berulang kali, namun Ibrahim diam saja. Lalu Hajar mengganti pertanyaannya: Apakah Allah yang memerintahkan hal ini? Ibrahim menjawab, “Ya”. Hajar pun berkata, “Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”. Ibrahim terus melangkah hingga ia sampai pada gundukan tanah yang tak terlihat lagi oleh Hajar, lalu Ibrahim berdoa:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim/14: 37).

Demikianlah Ibrahim memilih lingkungan terbaik dengan harapan anaknya mendirikan shalat, banyak orang yang akan meneladani dan menyayangi mereka lalu Allah pun melimpahkan aneka buah-buahan agar mereka bersyukur. Menarik sekali doa ini, Nabi mendahulukan permintaan agar mereka taat beribadah yaitu mendirikan shalat dari permintaan makanan berupa buah-buahan.

Maka pendidikan anak shaleh juga harus diperkuat dengan praktik ibadah terutama mendirikan shalat. Jangan pernah lengah dan lelah untuk mendidik anak-anak kita mendirikan shalat. Sebab mendirikan shalat kunci utama agar anak selamat dari perbuatan keji dan munkar.

Kaum muslimin rahimukamullah…

Dalam konteks kekinian, kita butuh pemerintah yang bisa menjaga keamanan, menegakkan aturan, memelihara ketertiban dan mengkondisikan lingkungan yang bersih dari maksiat. Dalam hal ini, kita butuh pemimpin yang adil seiring sejalan dengan ulama sebagai suluh bendang dalam nagari agar sukses membentuk lingkungan positif.

Syeikh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) di tahun 1927 menulis kitab berjudul Asal Pangkat Penghulu dan Pendirian, di situ ia menulis:

“Kedua orang itu (pemimpin dan ulama) umpama orang yang melayarkan kapal. Seorang jaga haluan dan seorang jaga kemudi, kalau keduanya ada sepakat alamat pelayaran akan sampai dan si penumpang akan selamat, dan kalau keduanya bersalahan tanda pelayaran tidak akan sampai dan si penumpang akan dapat kecelakaan.”

Kalau semua sudah terbentuk (keluarga yang shaleh, sekolah yang Islami, lingkungan yang bersih dari maksiat) insyaAllah, Allah akan jadikan keluarga kita bahagia, tidak hanya di dunia, tapi juga dikumpulkan di surga-Nya kelak.

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

Surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang shalih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya (Qs. Ar-Ra’d/13: 23).

Allahu akbar 3x wa lillahil hamd, Jamaah Id Rahimakumullah…

Program unggulan “Sekolah Keluarga” yang sudah berjalan di kota Bukitinggi ini perlu didukung bersama untuk dikembangkan dan ditingkatkan dengan meneladani profil keluarga Nabi Ibrahim as yang bertauhid dan beramal shaleh sehingga Bukittinggi sukses melahirkan generasi shaleh dan generasi emas di tahun 2045.

Apalagi fenomena angka perceraian masih tinggi, kasus kekerasan dalam rumah tangga, konflik suami istri, hingga maraknya kasus broken home pasti berdampak pada mentalitas dan akhlak anak dan remaja. Sejatinya rumah tempat yang nyaman untuk mendidik keluarga berkualitas. Baiti jannati, rumahku adalah surgaku.

Selain Pendidikan Anak Shelah, Ibadah Kurban juga mengajarkan kita untuk mengorbankan ‘Ismail-Ismail’ kita. Ali Syariati dalam karyanya al-Hajj, menyebut Ismail adalah symbol kecintaan pada duniawi. Jika Ibrahim sanggup mengorbankan Ismail, bagaimana dengan kita? Sanggupkah kita mengorbankan Ismail-Ismail yang kita miliki? Ismail itu bisa berupa anak, harta, jabatan, dan kebanggan duniawi lainnya.

Jika Ismail itu berupa anak, maka berkorbanlah dengan berupaya keras untuk mendidik mereka menjadi anak yang shaleh. Jika Ismail itu berupa harta benda, maka belanjakan sebagian dari harta itu untuk berjuang di jalan Allah. Jika Ismail itu berupa jabatan, maka gunakan jabatan itu untuk menegakkan agama Allah di wilayah kekuasaannya.

Ibadah kurban juga mengajarkan kepada kita untuk peduli pada sesama. Perhatikanlah, Allah Swt sesungguhnya menolak persembahan dengan mengorbankan manusia, seperti yang dilakukan gerenasi sebelumnya. Sejarah mengenal bahwa orang-orang Meksiko menyembah dewa matahari, mempersembahkan jantung dan darah manusia sebagai sesaji.

Orang Viking (pelaut yang berasal dari Skandinavia, sekarang Denmark, Norwegia dan Swedia) menyembah Dewa Perang Odin, dan mempersembahkan pemuka agama yang paling hebat dengan mengikatnya ke pohon kayu, lalu dilempar dengan lembing sebagai persembahan. Sementara orang-orang Mesir mempersembahkan gadis yang paling cantik ke sungai Nil. Orang-orang Kan’an di Irak mempersembahkan bayi untuk Dewa Baal.

Prof. Quraish Shihab menyebut para pemikir mulai berpikir terlalu mahal jika manusia dikorbankan untuk Tuhan. Pemikiran seperti itu keliru. Manusia yang paling kamu cintai pun jika Tuhan sudah memerintahkannya untuk dikurbankan, maka harus dan wajib dilakukan. Tapi lagi-lagi Allah tidak menginginkan manusia saling membunuh untuk mendekati-Nya. Bahkan Allah Swt meminta pengorbanan untuk mendekat kepadaNya dengan berbagi kepada sesama melalui menyembelih hewan kurban.

Dan ingat, bukan hewan itu yang dipersembahkan pada Allah, tetapi peduli pada sesama dengan membagi dagingnya kepada keluarga, orang-orang miskin dan tetangga kerabat. Semua itu dilakukan atas dasar ketakwaan, bukan ingin pujian dan status sosial. Firman-Nya:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin (Qs. Al-Hajj/22: 37).

Jika ibadah kurban dilakukan dengan basis ketakwaan maka hatinya akan semakin dekat pada Allah Swt dan pasti berdampak pada hubungan sosialnya yang gemar menebar kebaikan pada sesama. Bahkan di saat hewan kurban disembelih dengan meneteskan darahnya, ia akan berupaya menyembelih sifat-sifat al-bahamiyah (sifat kebinatangan) dalam dirinya, seperti egois, rakus, saling terkam, saling bermusuhan satu sama lain. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertakwa pada Allah SWT.

Allahu akbar 3x wa lillahil hamd, Jamaah Id yang berbahagia…

Kedua, edukasi ibadah haji

Ibadah haji yang saat ini juga dilaksanakan di bulan Zulhijjah, bukan sekadar ritual tahunan. Tapi penuh hikmah untuk mendidik kita, agar sadar siapa diri kita sebenarnya. Bahwa kita ini hamba Allah, dan sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

Coba kita renungkan, saat para jamaah haji bertawaf, berputar mengelilingi Ka’bah, itu isyarat bahwa setiap aktivitas hidup kita mesti berpusat kepada Allah. Apa pun pekerjaan kita, usaha kita, jabatan kita, tujuan akhirnya hanya satu: mengharap ridha Allah SWT.

Ibadah haji juga mengajarkan pentingnya memakmurkan masjid. Para jamaah berkunjung ke Baitullah di Makkah, lalu ke Masjid Nabawi di Madinah. Itu pesan besar bagi kita: di kampung halaman, makmurkanlah masjid. Karena masjid itu miniatur umat Islam. Kalau ingin tahu bagaimana kondisi umat Islam di satu daerah, lihat saja masjidnya. Ramai atau sepi? Aktif atau mati?

Aneh, kalau ada orang yang sudah haji, umrah berkali-kali, tapi di kampungnya hatinya tidak pernah tergantung ke masjid. Padahal Rasulullah SAW bersabda, salah satu golongan yang mendapat naungan di hari kiamat adalah (وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ) “orang yang hatinya selalu terpaut ke masjid

Lalu, pakaian ihram yang dikenakan jamaah haji itu memgandung pelajaran berharga. Semua orang sama, tak ada bedanya. Tak ada pangkat, jabatan, kaya atau miskin. Semua berpakaian putih, sederhana. Seakan Allah ingin ingatkan: kita ini sama, berasal dari tanah, dan nanti akan kembali ke tanah.

Puncaknya di Arafah. Sabda Nabi SAW: الحَجُّ عَرَفَةُ “Haji itu (intinya adalah) Arafah”, Jutaan manusia berkumpul di padang terbuka. Tak ada atap, tak ada sekat. Itu gambaran di yaumil mahsyar. Hari di mana kita semua akan dikumpulkan, dihisab, ditanya satu per satu tentang apa yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia.

Maka, selagi nyawa masih di kandung badan, ingatlah jalan pulang. Perkokoh iman dan perbanyak amal baik. Tinggalkan perbuatan yang mengundang murka Allah. Karena cepat atau lambat, kita semua pasti akan kembali kepada-Nya.

Saudaraku kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah..

Mari kita berikhtiar dan siap berkorban untuk mewujudkan kota “Bukittinggi Gemilang, Berkeadilan, dan Berbudaya” dengan kualitas SDM yang beriman dan beramal shaleh, membentuk keluarga Bahagia berbasis tauhid dan kesalehan, menghadirkan madrasah dan sekolah berkualitas dengan guru teladan, memakmurkan masjid dan masjid yang memakmurkan umat, serta menciptakan masyarakat yang rukun berfalsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sehingga Bukittinggi sebagai kota Wisata Islam memperoleh berkah dan ridha Allah Swt. Hanya kepada Allah kita berharap, semoga doa-doa terbaik hari ini dikabulkan.

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُون

*Disampaikan pada Khutbah Idul Adha, Lapangan Wirabraja (Lapangan Kantin), Kota Bukittinggi, Jumat, 10 Dzulhijjah 1446 H/6 Juni 2025 M

 **Dosen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dan Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *