Oleh : Dedi Vitra Johor*)
Coba anda perhatikan, di tengah kesibukan kita membangun bisnis, memimpin tim, mengejar target, ada satu hal yang diam-diam mulai hilang: rasa manusiawi.
Kita sering kali terlalu fokus pada hasil—pada grafik penjualan, angka keuntungan, atau laporan kinerja—hingga lupa bahwa di balik semua itu ada manusia dengan emosi, beban, dan harapan.
Padahal, pemimpin yang hebat bukan hanya yang mampu memerintah dengan kuat, tapi yang bisa memahami tanpa banyak kata. Dan itulah yang disebut empati—keterampilan lembut yang justru memiliki kekuatan besar untuk membuka hati, membangun kepercayaan, dan menumbuhkan pengaruh yang tulus.
Empati bukan kelemahan. Justru ia adalah kekuatan tak terlihat yang membedakan seorang bos dari seorang pemimpin sejati.
Empati adalah kemampuan untuk “masuk” ke dalam dunia orang lain—melihat dari sudut pandang mereka, memahami perasaan mereka, dan merespons dengan hati, bukan hanya logika.
Dalam kepemimpinan, empati bukan sekadar mendengarkan, tapi mendengarkan dengan niat untuk memahami.
Anda mungkin pernah mengalami, seseorang yang hanya diam mendengar, tapi tatapannya, gesturnya, dan keheningannya memberi rasa aman. Itu bukan basa-basi, itu adalah bentuk empati sejati.
Penelitian Harvard Business Review menunjukkan bahwa pemimpin dengan tingkat empati tinggi memiliki tim dengan loyalitas dan produktivitas lebih tinggi hingga 25%. Mengapa? Karena karyawan merasa dihargai bukan hanya sebagai alat kerja, tapi sebagai manusia.
Empati adalah jembatan antara leadership dan human connection. Tanpa itu, kepemimpinan akan kering—berjalan tapi tak meninggalkan bekas di hati.
�� Quote 1:
“Leadership is not about being in charge. It’s about taking care of those in your charge.” – Simon Sinek
Pengaruh sejati tidak datang dari jabatan, kekuasaan, atau uang. Pengaruh datang dari rasa percaya—dan kepercayaan tumbuh dari empati.
Ketika anda memahami orang lain, mereka akan membuka diri. Saat mereka merasa didengar, mereka akan rela mengikuti anda bahkan tanpa disuruh. Di sinilah kekuatan empati bekerja secara diam-diam tapi kuat.
Empati bukan hanya membuat anda disukai, tapi mengikat hati tim anda dengan nilai yang sama.
Misalnya, seorang pemimpin yang turun langsung ketika karyawan mengalami kesulitan pribadi, tanpa diminta, akan dikenang lebih lama daripada pemimpin yang hanya memberi bonus besar tapi tak pernah peduli.
Dalam dunia bisnis yang keras dan kompetitif, empati adalah “senjata lembut” yang membuat anda tetap relevan dan berpengaruh. Orang tak akan ingat berapa besar omset anda, tapi mereka akan selalu ingat bagaimana anda memperlakukan mereka.
�� Quote 2:
“People don’t care how much you know until they know how much you care.” – Theodore Roosevelt
Mari kita lihat dua contoh tokoh yang berhasil membuktikan bahwa empati bukan hanya konsep idealis, tapi strategi nyata yang membawa perubahan besar.
1. Khairul Tanjung – CT Corp, Pemimpin yang Peka pada Peluang dan Manusia
Khairul Tanjung, atau biasa dikenal dengan CT, adalah contoh nyata pengusaha yang tumbuh dari bawah dan tetap menjaga empatinya.
Ketika membangun Trans Corp, ia tidak hanya berpikir soal bisnis dan keuntungan, tapi bagaimana menciptakan lapangan kerja, memberi ruang tumbuh bagi karyawan muda, dan membangun ekosistem yang saling mendukung.
CT sering mengatakan bahwa keberhasilan perusahaannya bukan karena ia paling cerdas, tapi karena ia percaya pada orang lain—memberi kesempatan kepada mereka yang punya potensi tapi kurang peluang.
Ia dikenal dekat dengan karyawan, sering turun langsung, dan punya filosofi bahwa bisnis yang besar hanya bisa tumbuh jika manusia di dalamnya juga tumbuh.
Empati CT menjadikan perusahaannya bukan sekadar korporasi, tapi keluarga besar yang bergerak dengan hati.
2. Colonel Harland Sanders – Empati yang Membangun Warisan Rasa
Colonel Sanders, pendiri KFC, adalah contoh luar biasa dari ketekunan dan empati terhadap pelanggan. Di usia lanjut, ketika usahanya berkali-kali gagal, ia tak menyerah. Tapi lebih dari itu, ia memahami apa yang orang butuhkan—makanan yang sederhana, enak, dan penuh kehangatan.
Ia tidak hanya menjual ayam goreng; ia menjual rasa “rumah.”
Ia tahu banyak keluarga Amerika bekerja keras dan butuh makanan cepat saji yang tetap hangat dan penuh cita rasa.
Dengan empati terhadap kebutuhan masyarakat, lahirlah KFC—sebuah warisan global yang dimulai dari pemahaman manusiawi akan rasa dan kehangatan keluarga.
Empati bukan hanya menyentuh hati orang lain, tapi mengubah arah sejarah hidup seseorang.
Empati bukan sekadar soal perasaan; ini juga strategi bisnis yang kuat.
Di era digital dan AI seperti sekarang, pelanggan bukan hanya membeli produk, tapi juga pengalaman dan hubungan.
Perusahaan seperti Tokopedia, Gojek, hingga Grab berkembang pesat karena mereka mengerti pain point masyarakat—mereka berempati terhadap kesulitan yang dihadapi pengguna.
Empati melahirkan solusi. Solusi melahirkan nilai. Nilai melahirkan kepercayaan.
Sebagai pemimpin atau pengusaha, anda bisa mulai dengan hal sederhana:
- Dengarkan karyawan sebelum memberi instruksi.
- Tanya pelanggan bukan hanya “apa yang anda butuh,” tapi “apa yang anda rasakan.”
- Hargai pendapat meski berbeda.
Empati menjadikan bisnis lebih tahan terhadap krisis, karena ia berdiri di atas hubungan manusia yang kuat, bukan sekadar transaksi dingin.
�� Quote 3:
“In a world where you can be anything, be kind.” – Jennifer Dukes Lee
Empati bisa dilatih. Ia bukan bawaan lahir, tapi pilihan sadar setiap hari.
Berikut beberapa cara praktis yang bisa anda lakukan sebagai pemimpin atau pengusaha:
- Luangkan waktu mendengar.
Jangan langsung memberi solusi, cukup dengarkan. Kadang orang hanya butuh didengar, bukan diarahkan. - Latih perspektif.
Coba lihat situasi dari posisi orang lain—bagaimana mereka berpikir dan merasa. - Kendalikan ego.
Semakin besar jabatan anda, semakin penting menundukkan ego agar hati tetap terbuka. - Gunakan bahasa empatik.
Hindari kalimat seperti “Kenapa kamu gagal?” dan ganti dengan “Apa yang bisa saya bantu agar ini berhasil?” - Jujur dalam perhatian.
Empati palsu hanya akan terasa seperti manipulasi. Pastikan niat anda tulus untuk memahami, bukan sekadar menenangkan.
Empati sejati menumbuhkan rasa hormat dua arah: dari pemimpin ke tim, dan dari tim ke pemimpin.
Dan pada akhirnya, itulah yang menciptakan pengaruh jangka panjang.
Dunia bisnis akan terus berubah—strategi bisa usang, teknologi bisa berganti, tapi nilai kemanusiaan tidak akan pernah kehilangan relevansi.
Empati adalah bahasa yang dimengerti semua orang tanpa perlu diterjemahkan.
Ia melampaui jabatan, usia, bahkan budaya.
Sebagai pengusaha dan motivator, saya percaya bahwa pengaruh sejati bukan diukur dari seberapa banyak orang mendengarkan anda, tapi seberapa dalam anda memahami mereka.
Jangan takut terlihat lembut di dunia yang keras. Karena di balik setiap hati yang anda sentuh, ada kekuatan besar yang kembali pada anda.
Empati mungkin jalan yang sunyi, tapi ia selalu berujung pada pengaruh yang lebih tinggi dan warisan yang lebih abadi.
Salam dahzyat
DVJ
Pengusaha | Motivator*)



