“Bumi Menangis Tanpa Suara”

Oleh : Nurul Jannah*)

Ketika daun gugur tidak lagi jatuh sebagai nyanyian,
melainkan sebagai peringatan dini
bahwa bumi sedang kelelahan,
menopang langkah kita yang terlalu kasar dan serampangan.

Hutan yang dulu hijau
kini berbicara dengan napas retak,
dahan yang merintih patah,
dan tanah yang menganga seperti luka purba
yang terus kita biarkan menetes tanpa pengobatan.

Sungai-sungai
yang dulu menjadi cermin langit,
kini keruh bagai air mata yang tidak sempat diseka,
oleh sisa ambisi manusia
yang terlalu sibuk mengejar dunia, namun lupa menjaga rumahnya sendiri.

Dan laut,
ah, laut…
tempat ikan-ikan pernah pulang dengan riang dan bebas,

kini dipenuhi serpihan plastik yang menikam kehidupan,
lebih tajam dari ancaman apa pun yang pernah kita ciptakan sendiri.

Kadang aku bertanya, apakah kita benar penjaga bumi, atau hanya perampok yang datang dengan nama berbeda?

Sebab setiap hari
kita mengambil
lebih banyak daripada yang kita beri,
menuntut
lebih sering daripada mensyukuri,
dan melukai lebih cepat daripada mencintai.

Bumi tidak pernah meminta banyak,
hanya sedikit jeda
dari tangan-tangan yang merusaknya,
sedikit ruang untuk bernafas tanpa asap,
sedikit perhatian
agar ia tidak merasa diabaikan dalam sunyi.

Namun kita selalu datang terlambat dan tergesa,
ketika banjir sudah meluap,
ketika tanah longsor sudah jatuh,
ketika badai sudah mengubur desa,
ketika air mata anak-anak
telah bercampur dengan lumpur bencana
yang kita biarkan tumbuh dari ketidakpedulian kita sendiri.

Bumi tidak pernah membalas dengan kebencian.
Ia membalas dengan tanda-tanda.
Dengan suara air yang tiba-tiba meninggi,
dengan gunung yang mengeluh marah,
dengan angin yang menggigit tulang lebih tajam dari sebelumnya.

Ia tidak menghukum,
ia hanya mengingatkan bahwa segala sesuatu yang tidak dijaga akan belajar pergi meninggalkan kita.

Dan pagi ini,
di tengah terang yang benderang,
aku ingin sampaikan kepada bumi
doa paling jujur.

“Maafkan kami, yang terlalu sering lupa bahwa hidup ini hanya titipan.”

Biarkan kami belajar mencintaimu kembali,
dengan tangan yang lebih lembut,
dengan hati yang lebih sadar,
dengan langkah yang lebih ringan
dan penuh hormat.

Sebab pada akhirnya,
kita semua akan kembali
ke tanah yang sama,
ke pangkuan bumi
yang pernah kita lukai
namun tetap memeluk dengan cinta yang tidak pernah menuntut apa-apa.❤‍🔥

Bogor, 6 Desember 2025

Nurul Jannah adalah seorang dosen lingkungan di IPB University, lulusan doktor lingkungan dari Hiroshima University, penulis produktif, dan penggerak literasi*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *